Woensdag 17 April 2013

PENDAHULUAN



I. PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang Masalah
            Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional, yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah di perlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya, serta perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
            Perspektif ke depan dari sistem keuangan daerah adalah mewujudkan sistem perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang mencerminkan pembagian tugas dan kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang transparan, memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat serta pertanggungjawaban untuk membiayai tanggung jawab otonominya, dan memberikan kepastian sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan.  
             Akuntansi keuangan (Akuntansi Pemerintahan) daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor pablik yang mendapat perhatian besar  dari berbagai pihak semenjak reformasi tahun 1998. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang “mereformasikan” berbagai hal termasuk pengelolahan keuangan daerah.  Reformasi tersebut awalnya dilakukan dengan mengganti Undang-Undang  Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintah di Daerah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 mengenai keuangan negara dan daerah.
            Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999  tersebut berisi perlunya dilaksanakan otonomi daerah, sehingga Undang-Undang tersebut sering disebut Undang-Undang Otonomi Daerah. Otonomi daerah adalah wewenang yang dimiliki daerah otonom untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya menurut kehendak sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang mendasari perlunya diselenggarakan  otonomi daerah adalah perkembangan kondisi di dalam dan diluar negeri. Kondisi di dalam negeri mengindikasikan bahwa rakyak menghendaki keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi). Di lain pihak, keadaan diluar negari menunjukkan semakin maraknya globalisasi yang menurut daya saing tiap Negara, termasuk daya saing pemerintah daerah (pemda). Daya saing pemda ini di harapkan akan tercapai melalui peningkatan kemandirian pemerintah daerah. Selanjutnya, peningkatan kemandirian pemerintah daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui otonomi daerah.
            Dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah tersebut, maka perubahan yang cukup mendasar dalam pengelolaan daerah, termasuk dalam manajemen atau pengelolaan keuangan daerah. Hal itu disebabkan karena manajemen keuangan daerah merupakan alat untuk mengurus dan mengatur rumah tangga pemerintah daerah.
            Perkembangan reformasi tersebut terus berlanjut dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai perubahan dan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sebagai perubahan dan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Persoalan otonomi daerah bukanlah hal yang baru karena sudah ada seiring dengan Undang-Undang Dasar 1945, namun ungkapan otonomi daerah pada saat ini dikaitkan dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah daerah yang diberlakukan mulai awal tahun 2001. Akibatnya otonomi daerah yang sekarang menjadi istilah yang sangat popular.
            Perjalanan akuntansi pemerintahan daerah di Indonesia dari tahun 1974 dapat di bagi dalam tiga tahap adalah sebagai berikut:
1.    Tahap pertama adalah pada masa 1974 sampai dengan 1999 sebagai masa akuntansi tradional. Pada tahap ini regulasi yang menjadi acuan utama dalam pengelolaan keuangan daerah adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang poko-pokok pemerintahan di daerah, Peraturan Perintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang pengurusan, pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, dan Penyusunan Anggaran dan Belanja Daerah-Daerah.
2.    Tahap kedua adalah pada tahun 2000 sampai dengan 2004 sebagai masa reformasi akuntansi tahap pertama. Pada masa ini regulasi yang menjadi acuan utama dalam akuntansi keuangan daerah adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
3.    Tahap ketiga adalah masa sejak tahun 2005 sampai saat ini sebagai masa reformasi tahap ketiga. Pada tahap ini regulasi yang menjadi acuan dalam akuntansi keuangan daerah adalag Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standara Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintahan Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kedua Peraturan Pemerintah tersebut merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah.
            Untuk mewujudkan good governance tersebut dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka diperlukan reformasi pengelolaan keuangan daerah dan reformasi keuangan negara. Peraturan perundangan yang berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi menjadi Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004. Sedangkan tiga paket perundang-undangan dibidang keuangan negara yang menjadi landasan hukum bagi reformasi di bidang keuangan negara sebagai upaya untuk mewujudkan good governance yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengawasan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara yang memayungi pengelolaan keuangan negara maupun keuangan daerah. 
         Oleh karenanya, dalam rangka mewujudkan good governance dalam kaitannya  dengan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara, maka adalah suatu yang mutlak bahwa pemerintah haruslah menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu, dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, maka dikeluarkanlah PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang merupakan acuan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban, baik dari pemerintah pusat (dulu hanya laporan APBN yang disebut nota presiden), provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota.
Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawabannya untuk dapat dinilai apakah pemda berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Oleh karenanya sudah barang tentu bahwa laporan pertanggungjawaban pemda haruslah dianalisis.
Pemerintah Kota Ternate sebagai salah satu Kota Madya yang terletak di Provinsi Maluku Utara yang manajemen keuangan daerahnya belum optimal. Oleh karenanya, dalam rangka penilaian terhadap manajemen keuangan daerahnya, maka penulis tertarik untuk mengambil judul: “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Ternate Provinsi Maluku Utara”.

1.2      Masalah Pokok
            Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya,maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “bagaimana hasil kinerja keuangan Pemerintah Kota Ternate dengan melihat rasio kemandirian, efektivitas dan efisiensi, dan tingkat pertumbuhan selama tahun 2008-2009”.

1.3       Tujuan Penelitian
               Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a.       Menilai rasio kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah.
b.      Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.
c.       Mengukur konstribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah.



1.4   Manfaat Penelitian
               Adapun manfaat dari penelitian yang akan dilakukan adalah:
a.    Untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan studi   pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas “45” Makassar.
b.   Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi dari kekurang percayaan masyakat kepada pemerintah khususnya pada pengelolaan keuangan di Kota Ternate
c.    Sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam hal pengukuran kinerja dalam laporan keuangan yang berupa laporan realisasi anggaran, neraca, arus kas, dan catatan atas laporan keuangan daerah di Kota Ternate.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking