I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pembangunan
daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, dilaksanakan
berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional, yang
memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas
korupsi. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah di perlukan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional, yang
diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya, serta
perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Perspektif
ke depan dari sistem keuangan daerah adalah mewujudkan sistem perimbangan
keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang mencerminkan pembagian tugas dan
kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Daerah
yang transparan, memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat serta
pertanggungjawaban untuk membiayai tanggung jawab otonominya, dan memberikan
kepastian sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah daerah yang
bersangkutan.
Akuntansi keuangan (Akuntansi Pemerintahan)
daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor pablik yang mendapat
perhatian besar dari berbagai pihak
semenjak reformasi tahun 1998. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kebijakan
baru dari pemerintah Republik Indonesia yang “mereformasikan” berbagai hal
termasuk pengelolahan keuangan daerah. Reformasi tersebut awalnya dilakukan dengan
mengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang pokok-pokok Pemerintah di Daerah dengan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999
yang menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 mengenai keuangan negara
dan daerah.
Undang–Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tersebut berisi
perlunya dilaksanakan otonomi daerah, sehingga
Undang-Undang tersebut sering disebut Undang-Undang Otonomi Daerah. Otonomi
daerah adalah wewenang yang dimiliki daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
masyarakatnya menurut kehendak sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang mendasari
perlunya diselenggarakan otonomi daerah
adalah perkembangan kondisi di dalam dan diluar negeri. Kondisi di dalam negeri
mengindikasikan bahwa rakyak menghendaki keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi). Di lain pihak, keadaan
diluar negari menunjukkan semakin maraknya globalisasi yang menurut daya saing
tiap Negara, termasuk daya saing pemerintah daerah (pemda). Daya saing pemda
ini di harapkan akan tercapai melalui peningkatan kemandirian pemerintah
daerah. Selanjutnya, peningkatan kemandirian pemerintah daerah tersebut
diharapkan dapat diraih melalui otonomi daerah.
Dengan
adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah tersebut,
maka perubahan yang cukup mendasar dalam pengelolaan daerah, termasuk dalam
manajemen atau pengelolaan keuangan daerah. Hal itu disebabkan karena manajemen
keuangan daerah merupakan alat untuk mengurus dan mengatur rumah tangga
pemerintah daerah.
Perkembangan
reformasi tersebut terus berlanjut dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 sebagai perubahan dan penyempurnaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sebagai perubahan dan penyempurnaan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Persoalan otonomi daerah bukanlah hal yang
baru karena sudah ada seiring dengan Undang-Undang Dasar 1945, namun ungkapan
otonomi daerah pada saat ini dikaitkan dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah daerah yang diberlakukan mulai awal tahun 2001. Akibatnya
otonomi daerah yang sekarang menjadi istilah yang sangat popular.
Perjalanan
akuntansi pemerintahan daerah di Indonesia dari tahun 1974 dapat di bagi dalam
tiga tahap adalah sebagai berikut:
1. Tahap
pertama adalah pada masa 1974 sampai dengan 1999 sebagai masa akuntansi
tradional. Pada tahap ini regulasi yang menjadi acuan utama dalam pengelolaan
keuangan daerah adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang poko-pokok
pemerintahan di daerah, Peraturan Perintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang
pengurusan, pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, dan Penyusunan
Anggaran dan Belanja Daerah-Daerah.
2. Tahap
kedua adalah pada tahun 2000 sampai dengan 2004 sebagai masa reformasi
akuntansi tahap pertama. Pada masa ini regulasi yang menjadi acuan utama dalam
akuntansi keuangan daerah adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Peraturan
Pemerintah 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah.
3. Tahap
ketiga adalah masa sejak tahun 2005 sampai saat ini sebagai masa reformasi
tahap ketiga. Pada tahap ini regulasi yang menjadi acuan dalam akuntansi
keuangan daerah adalag Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standara Akuntansi Pemerintahan dan Peraturan Pemerintahan Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kedua Peraturan Pemerintah tersebut
merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan
Pemerintahan Daerah.
Untuk mewujudkan good governance tersebut dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi
daerah, maka diperlukan reformasi pengelolaan keuangan daerah dan reformasi
keuangan negara. Peraturan perundangan yang berkenaan dengan pengelolaan
keuangan daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang direvisi menjadi Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang
25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004. Sedangkan tiga paket
perundang-undangan dibidang keuangan negara yang menjadi landasan hukum bagi
reformasi di bidang keuangan negara sebagai upaya untuk mewujudkan good governance yaitu Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pengawasan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara yang memayungi
pengelolaan keuangan negara maupun keuangan daerah.
Oleh karenanya, dalam rangka mewujudkan good governance dalam kaitannya
dengan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara, maka adalah suatu
yang mutlak bahwa pemerintah haruslah menyampaikan laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu, dengan mengacu pada
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara yang mensyaratkan
bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, maka
dikeluarkanlah PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,
yang merupakan acuan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban, baik dari
pemerintah pusat (dulu hanya laporan APBN yang disebut nota presiden),
provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota.
Pemerintah Daerah sebagai
pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, dan pelayanan
masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawabannya untuk dapat dinilai
apakah pemda berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Oleh
karenanya sudah barang tentu bahwa laporan pertanggungjawaban pemda haruslah
dianalisis.
Pemerintah Kota Ternate sebagai
salah satu Kota Madya yang terletak di Provinsi Maluku Utara yang manajemen
keuangan daerahnya belum optimal. Oleh karenanya, dalam rangka penilaian
terhadap manajemen keuangan daerahnya, maka penulis tertarik untuk mengambil
judul: “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah
Kota Ternate Provinsi Maluku Utara”.
1.2
Masalah Pokok
Berdasarkan
rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya,maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut: “bagaimana hasil kinerja keuangan Pemerintah Kota Ternate
dengan melihat rasio kemandirian, efektivitas dan efisiensi, dan tingkat
pertumbuhan selama tahun 2008-2009”.
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a. Menilai
rasio kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi
daerah.
b. Mengukur
efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.
c. Mengukur
konstribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan
daerah.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat
dari penelitian yang akan dilakukan adalah:
a. Untuk
memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan studi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas “45” Makassar.
b.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
solusi dari kekurang percayaan masyakat kepada pemerintah khususnya pada
pengelolaan keuangan di Kota Ternate
c.
Sebagai
masukan bagi pemerintah daerah dalam hal pengukuran kinerja dalam laporan
keuangan yang berupa laporan realisasi anggaran, neraca, arus kas, dan catatan
atas laporan keuangan daerah di Kota Ternate.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking